Pertandingan Sepak Bola Kuntilanak
Di tengah hutan yang sunyi, di bawah cahaya rembulan yang remang, sebuah pertandingan sepak bola yang tak biasa akan segera dimulai.
Dua tim telah siap di lapangan.
Di sisi kiri, tim Kuntilanak Putih dengan gaun putih panjang yang berkibar tertiup angin malam, didampingi oleh pelatih mereka, Pocong Putih, yang memberikan instruksi dengan suara berbisik.
Dan di sisi kanan, tim Kuntilanak Merah dengan gaun merah menyala, tampak garang dan penuh semangat, dipimpin oleh pelatih mereka, Pocong Merah, yang memberi semangat dengan suara menggeram.
Sedangkan di tengah lapangan, berdirilah sang Wasit, Genderuwo, dengan peluit tulang di mulutnya.
Pertandingan ini tidak lain untuk memperebutkan, daerah kekuasaan yang baru, antara Kuntilanak putih dan Merah. Yaitu sebuah proyek pemerintah yang terbengkalai di sisi selatan hutan, akibat adanya pergantian presiden setahun yang lalu.
Peluit tulang pun berbunyi nyaring, tanda pertandingan dimulai.
Kuntilanak Putih langsung mengambil inisiatif, mengandalkan kelincahan dan kecepatan terbang mereka. Mengoper bola yang terbuat dari tempurung kelapa yang dicat hitam putih, melayang-layang di udara, ke sana-ke mari.
Hal ini sesuai instruksi dari Pocong Putih, yang menekankan pada permainan taktis dan penguasaan bola.
Genderuwo sang Wasit, dengan mata merahnya yang menyala, mengawasi setiap gerakan pemain, memastikan tidak adanya pelanggaran.
Sedangkan para Tuyul yang menonton dan saling bertaruh dengan hasil komisi juragan mereka, bersorak riuh memecah kesunyian malam. Menambah ramainya suara cekikikan para pemain Kuntilanak itu sendiri.
Dan tidak kalah, para Suster Ngesot, yang sudah siap sedia memberikan pertolongan pertama, jika ada pemain yang terluka, mereka juga ikut bersorak sorai, memberikan dukungan kepada para pemain.
Di sisi lain, Kuntilanak Merah, mereka bermain lebih agresif, sesuai dengan arahan Pocong Merah yang menekankan pada serangan cepat dan kekuatan fisik. Mereka tidak ragu-ragu melakukan tackling berbahaya, dan sesekali menggunakan kekuatan gaib untuk memanipulasi rasa takut lawan.
Beberapa kali, tendangan-tendangan keras Kuntilanak Merah, sempat membuat kiper Kuntilanak Putih kewalahan, hampir gol.
Namun, sampai pada babak pertama berakhir, skor masih imbang 0-0.
Hal ini menunjukkan kekuatan pertahanan Kuntilanak Putih sangatlah kuat, hasil dari latihan keras yang diberikan oleh Pocong Putih.
Babak kedua dimulai.
Kuntilanak Putih mengubah strategi, bermain lebih sabar dan taktis, sesuai dengan instruksi Pocong Putih. Mereka memanfaatkan kelemahan Kuntilanak Merah yang terlalu mengandalkan kekuatan fisik. Sebuah umpan terobosan dari Kuntilanak Putih nomor 10 berhasil mengecoh pertahanan Kuntilanak Merah, dan "Gol!" sorak para penonton.
Kuntilanak Putih unggul 1-0, dimenit kelima belas babak kedua.
Kuntilanak Merah tersengat. Mereka meningkatkan intensitas serangan, aura merah mereka semakin menyala, mengikuti arahan Pocong Merah untuk tidak menyerah.
Sang kapten, dengan mata merah berkilat, memimpin serangan dari lini tengah. Dia melesat seperti kilat, meninggalkan jejak kabut merah di belakangnya. Tendangan-tendangan keras dilepaskannya, membuat kiper Kuntilanak Putih berjibaku menyelamatkan gawang.
Kuntilanak Merah terus menekan, memanfaatkan setiap celah yang ada. Bahkan sampai Kuntilanak Merah mencoba memanfaatkan bola-bola mati, tendangan bebas dan tendangan sudut. Tetapi semua itu selalu berhasil dihalau oleh pertahanan Kuntilanak Putih, yang telah diatur dengan baik oleh Pocong Putih.
Sampai pada akhirnya, peluit pun berbunyi panjang, tanda pertandingan berakhir.
Kuntilanak Putih keluar sebagai pemenang.
Para tuyul bersorak gembira, melompat-lompat kegirangan. Terutama bagi mereka yang memenangkan taruhan.
Kuntilanak Putih merayakan kemenangan mereka dengan tarian kemenangan yang anggun, bersama dengan Pocong Putih yang memberikan acungan jempol.
Sementara Kuntilanak Merah menerima kekalahan mereka dengan lapang dada, dan Pocong Merah memberikan semangat kepada anak didiknya, bahwa masih ada peluang proyek yang akan terbengkalai di tanah Kalimantan, yang itu lebih besar.
Comments
Post a Comment