Desainer Agak-agak

Pintu ruang wawancara terbuka dengan bunyi klik yang terasa seperti vonis bagi Budi. Di hadapannya duduk tiga pewawancara dengan ekspresi antara tertarik dan sedikit... risih.

Budi, dengan kemeja sedikit kusut dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangan, berusaha mempertahankan senyum seprofesional mungkin.

"Selamat siang, Bapak/Ibu," sapanya.

"Selamat siang, Budi. Silakan duduk," ujar Bu Rina, pewawancara wanita yang tampak paling serius. "Mari kita lihat portofolio Anda."

Dengan gerakan sok keren, Budi membuka folder di laptopnya.

Layar pun menampilkan serangkaian ilustrasi digital yang langsung membuat alis para pewawancara bertautan. Gadis-gadis dengan mata lentik, bibir penuh, dan lekuk tubuh yang dramatis mendominasi setiap desain. Bahkan ada area yang sengaja Budi ataur sedemikian rupa, hingga terlihat segede gaban.

Pak Anton, pewawancara pria berkacamata tebal, berdeham. "Ini... interpretasi desain Anda yang menarik. Bisa Anda jelaskan konsep apa di baliknya?"

Budi mencoba memasang wajah serius bak seorang seniman. "Tentu, Pak. Ini adalah representasi dari... inner beauty yang merupakan simbol dari... kekuatan feminin yang tak tertandingi."

Pak Anton tertawa kecil, sedangkan Bu Rina mengangkat satu alisnya, "Dan mengapa hampir semua desain Anda berfokus pada... dua aset utama yang sangat... menonjol, itu?" tanyanya.

Budi tersentak. "Ah, itu... itu adalah penekanan pada... vitalitas Bu! Strategi marketing!" 

Mendengar jawaban itu, Bu Rina menggeleng-gelengkan kepala, dan dalam hatinya seperti berkata, "Marketing Ndas-mu!"

Pewawancara ketiga, Mas Tomi yang dari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Apakah Anda punya contoh desain yang lebih... sesuai dengan image klien-klien kami? Misalnya, logo perusahaan, mockup website, atau branding produk?"

Budi masih dengan PD-nya, mengklik slide berikutnya. Munculah sebuah desain logo dengan dua lingkaran kecil, yang masing-masing berada di dalam bentuk hampir lingkaran yang besar.

"Ini adalah logo untuk perusahaan susu," kata Budi dengan nada penuh harap. "Filosofinya adalah... freshness dan... abundance."

Pak Anton menatap logo itu dengan tatapan kosong. "Itu lebih terlihat seperti... dua buah balon yang saling berhimpitan."

"Bukan, Pak! Itu adalah representasi artistik dari... sumber kebahagiaan anak sapi yang melimpah!" sanggah Budi. Dia mulai menyadari, tiga pewawancara di depannya sudah memasang muka bosan.

Bu Rina kemudian menunjuk salah satu ilustrasi gadis dengan pakaian minim. "Lalu, desain yang ini untuk apa?"

Budi berkeringat semakin banyak. "Oh, ini... ini adalah mockup untuk iklan... eh... sunscreen! Ya, sunscreen untuk area... yang membutuhkan perlindungan ekstra dari sengatan matahari, terutama di bagian... yang paling sensitif!"

Mas Tomi tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke depan. "Budi, boleh saya perbesar desain Anda itu?" 

Budi mengangguk lemah dan memperbesar gambar. 

Beberapa detik kemudian, Mas Tomi memicing matanya.

"Ini... watermark," tanya Mas Tomi sambil menunjuk watermark yang Budi lupa menghapusnya. "Apakah ini... referensi atau... memang desain Anda?" tanya Mas Tomi dengan nada menyelidik.

Wajah Budi pucat pasi. Dia merasa seperti dikejar kebohongannya sendiri dan siap menelannya bulat-bulat.

"Itu... itu bukan punya saya! Itu... itu pasti virus di laptop!" elak Budi, suaranya tercekat.

Bu Rina menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Budi, kami menghargai antusiasme Anda. Tapi sepertinya... passion Anda terletak di bidang yang sedikit berbeda dari kebutuhan agensi kami."

"Jadi... saya tidak diterima?" tanya Budi dengan nada lesu.

Pak Anton menghela napas. "Begini, Budi. Bakat artistik Anda... cukup unik. Mungkin Anda bisa mencoba karier di... industri hiburan dewasa? Saya yakin desain-desain Anda akan sangat diapresiasi di sana."

Budi hanya bisa ternganga dan bangkit dari kursinya dengan langkah gontai.

"Terima kasih atas waktunya," pamit Budi sebelum keluar ruangan, meninggalkan para pewawancara yang tetap menatapnya dingin.

Di luar, Budi menghela napas panjang. Ternyata, desain yang selama ini kuanggap sebagai strategi marketing yang bagus, kalau masuk ke portofolio, hasilnya bisa jadi zonk segede gaban.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Gulungan sang Raja

Lurah Sukirman

Dibalik Aplikasi Jomblo Milenial

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Ada Semut Dibalik Gula