Dibalik Teror Hantu Rini
Deru mesin tenun tua di pabrik tekstil Jaya Sutra bukan sekadar kebisingan latar bagi Sri, melainkan telah menjelma menjadi semacam lagu sehari-hari yang akrab di telinganya. Irama monotonnya, terasa menenangkan dalam rutinitas kerja yang melelahkan, berjibaku dengan benang dan kain.
Namun beberapa minggu belakangan, melodi itu bercampur dengan nada sumbang yang membuat Sri merinding. Bukan hanya kelelahan fisik, tetapi juga perasaan aneh yang terus menggerogoti kewarasannya.
Sri merasa ada mata yang mengawasi dari balik gulungan kain, bisikan samar yang tertelan bisingnya suara mesin, dan sesekali, siluet kabur yang menghilang secepat kilatan cahaya di antara jajaran alat produksi. "Pasti ada yang tidak beres di pabrik ini," gumamnya.
Dengan keberanian yang dipaksakan, akhirnya Sri memberanikan diri menghadap Pak Darjo, Direktur HRD yang selalu tampak rapi dan tenang.
"Pak," Sri memulai dengan suara sedikit bergetar, "ada hal aneh yang terus saya alami di pabrik. Saya merasa diawasi, bahkan saya melihat sesuatu."
Pak Darjo menghela napas panjang, "Sri, kamu pasti hanya kelelahan. Tekanan kerja memang bisa membuat orang berhalusinasi. Beristirahatlah yang cukup," jawabnya menganggap itu hal biasa. "Naura juga mengalami hal yang sama dengan apa yang kamu rasakan."
Sri tidak dapat berbuat banyak. Namun ketika dia mendengar bisik-bisik di antara sesama pekerja tentang Rini, seorang karyawan yang tewas dalam kecelakaan mesin bertahun-tahun lalu. Kisah tragis itu bagai kepingan yang hilang, melengkapi teka-teki ketakutan Sri, dan yakin arwah Rini-lah yang menerornya.
Semakin hari, gangguan itu semakin sering. Hingga Sri tidak bisa tidur nyenyak. Bayangan-bayangan samar terus berkelebat di benaknya.
Berkali-kali Sri mencoba mengadu ke Pak Darjo, tetapi jawaban untuk beristirahat lebih banyak, selalu dia dapatkan.
Sampai pada akhirnya merasa tidak ada yang bisa membantu dan tertekan oleh kengerian yang tak terlihat, Sri mengambil keputusan pahit, dia mengajukan surat pengunduran diri.
Tak lama, beberapa hari kemudian, Naura, seorang pekerja di bagian finishing, juga mengajukan pengunduran diri dengan alasan yang serupa.
Pengunduran diri Sri dan Naura bagai percikan api di tumpukan jerami kering. Ketakutan mulai menjalar di antara para pekerja. Mereka mulai berbisik-bisik tentang penampakan, suara-suara aneh, dan hawa dingin yang tiba-tiba menyergap. Kepercayaan akan hantu Rini semakin menguat.
Puncaknya terjadi ketika Romli, operator mesin pintal, mengalami kecelakaan. Kakinya tertimpa besi berat hingga patah tulang dan membuatnya harus beristirahat selama enam bulan. Kecelakaan itu, langsung dikaitkan dengan amukan arwah Rini.
Gelombang pengunduran diri pun tak terhindarkan. Para pekerja, diliputi rasa takut, memilih pergi daripada menjadi korban berikutnya.
Melihat kondisi tersebut, Pak Darjo tersenyum tipis di ruangannya. Dia menelepon atasannya, "Bos, rencana kita berhasil, sudah banyak karyawan kita yang mengundurkan diri," lapornya sambil terkekeh.
Ternyata, isu amukan "hantu Rini" adalah bagian dari skenario Pak Darjo. Dia mendapat tugas dari pemilik pabrik, tentang bagaimana memecat karyawan tanpa harus memberi mereka pesangon. Hal ini karena perusahaan memang sedang dalam rencana besar untuk mengganti sebagian besar tenaga kerja manusia dengan robot-robot canggih yang mampu bekerja lebih cepat dan lebih banyak.
Gangguan-gangguan halus "hantu Rini" memang ada, tetapi tidak membahayakan secara fisik. Kecelakaan Romli murni musibah. Sedangkan Sri dan Naura yang memang penakut, alasan pengunduran diri mereka, dijadikan sebagai pion, penyulut api saja oleh Pak Darjo.
Kemudian, Pabrik Jaya Sutra perlahan menjadi sepi, dan semakin hari, semakin banyak karyawannya yang mengundurkan diri.
Sementara itu, di sudut pabrik yang gelap, beberapa peti besar mulai berdatangan, berisi mesin-mesin baru yang siap menggantikan jeritan dan peluh para pekerja.
Comments
Post a Comment