Menantu Pencuri Sendal
Pada suatu hari yang cerah di bulan Juni, Joko duduk bersama Pak Kartono, ayah mertuanya, di teras rumah.
Mereka sedang menikmati secangkir kopi hangat sambil berbincang tentang apa pun itu.
Tiba-tiba, Joko ingin mengeluarkan sesuatu, yang mengganjal di hatinya.
Joko berpikir, jika saat itu adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan rahasia yang telah disimpannya selama bertahun-tahun.
"Pak Kartono," kata Joko dengan suara yang sedikit bergetar, "aku ingin mengakui sesuatu pada Bapak."
Pak Kartono menatap Joko dengan penasaran. "Apa itu, Nak Joko?"
"Joko... aku dulu pernah mencuri sendal Bapak," Joko mengaku dengan malu-malu.
Pak Kartono terkejut dan memandang Joko dengan mata lebar. "Benarkah? Kapan? Mengapa kamu melakukan itu?"
Joko diam sejenak sebelum melanjutkan. "Waktu itu, aku baru pindah ke kota ini dan belum banyak yang aku kenal. Aku melihat anak Bapak sedang berjalan kaki di taman, dan... saya tertarik."
"Lalu, kamu sengaja mencuri sendalku di masjid, seolah-olah ikut membantu mencarinya, dan biar hanya kamu yang tampak bisa menemukannya?" tebak Pak Kartono.
"Iya, memang begitu!" jawab Joko sambil mengangguk malu.
Pak Kartono pun tertawa terbahak-bahak.
"Wah, Nak Joko, kamu ini benar-benar kreatif! Aku tidak pernah menyangka bahwa pencurian sendal itu akan mengubah hidupmu seperti ini."
Joko tersenyum lega. "Maafkan saya ya Pak!".
Pak Kartono memandang Joko dengan senyum hangat. "Aku memaafkan kamu, Nak Joko. Aku yakin kamu anak baik. Kalau tidak baik, mana mungkin aku bersedia menerimamu sebagai menantuku."
Mereka berdua tertawa bersama, dan suasana di teras rumah menjadi hangat dan penuh dengan kebahagiaan.
Joko menyadari bahwa kadang-kadang, rahasia yang kita simpan bisa menjadi awal dari cerita baru yang indah, dan dia bersyukur telah menemukan seorang ayah mertua yang bijak dan baik seperti Pak Kartono.
Comments
Post a Comment