Efisiensi Karyawan Kantor

"Yuk, ke kantin. Perutku sudah keroncongan dari tadi," ajak Rina kepada Santi yang masih sibuk dengan layar komputernya.

Santi mendongak, melirik jam di dinding, ternyata sudah masuk jam istirahat. "Boleh juga. Aku juga sudah lapar."

Rina dan Santi berjalan berdampingan menuju kantin yang mulai ramai oleh karyawan lain. Setelah mengambil makanan, mereka mencari tempat duduk yang kosong.

Mendengar isu efisiensi kerja, "Perusahaan kita ini kira-kira bakal bertahan lama nggak ya?" tanya Santi sambil mengaduk-aduk supnya.

Rina mengangkat bahu. "Entahlah. Tapi menurutku, perusahaan ini terlalu besar untuk bangkrut. Pemiliknya juga orang kaya. Pasti ada saja cara untuk menyelamatkan perusahaan ini."

"Tapi 'kan kita tidak tahu, modal utama perusahaan kita ini asalnya dari mana, apakah dari hasil hutang ke bank atau semacamnya. Apalagi jika keadaan ekonomi negara menurun. Kalau negara kita bangkrut, perusahaan sebesar apa pun bisa bangkrut juga," timpal Santi.

Rina mengangguk setuju. "Betul juga sih. Tapi sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kita nikmati saja makan siang ini."

Santi dan Rina kembali menikmati makan siang mereka. Tidak berapa lama kemudian "Ngomong-ngomong, kalau kita dipecat dari perusahaan ini, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Santi tiba-tiba.

Rina terkejut. "Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"

"Ya, iseng saja. Kita 'kan sudah kepala empat. Kalau dipecat di usia segini, pasti susah cari kerja lagi," jawab Santi.

Rina berpikir sejenak. "Kalau aku, mungkin akan buka usaha kecil-kecilan. Jualan makanan atau pakaian, misalnya. Atau mungkin jadi penulis lepas." jawab Rina santai, "Kamu sendiri?"

"Aku ingin buka toko bunga. Dari dulu aku suka sekali bunga. Kalau dipecat, aku akan ambil kursus merangkai bunga dan buka toko sendiri," jawab Santi dengan mata berbinar.

Tiba-tiba, Sarmin, seorang karyawan kebersihan, menghampiri meja mereka dan berkata "Mohon maaf Mbak Santi dan Mbak Rina, diminta ke ruangan Pak Hendra sekarang?"

Santi dan Rina saling pandang dengan cemas. Mereka langsung meninggalkan makan siang mereka di meja kantin, begitu saja.

Pak Hendra adalah manajer personalia, dan panggilan mendadak seperti ini jarang membawa kabar baik.

Sepanjang perjalanan menuju ruangan Pak Hendra, Santi dan Rina diliputi perasaan cemas. Mereka berdua tahu bahwa perusahaan sedang melakukan efisiensi, dan kemungkinan besar mereka akan menjadi korban PHK.

"Permisi, ada apa ya, Pak?" tanya Rina dengan suara sedikit bergetar ketika memasuki ruangan Pak Hendra.

Di dalam ruangan itu, Santi dan Rina disambut oleh tatapan dingin sang manajer. "Maaf, Ibu-ibu. Perusahaan terpaksa melakukan efisiensi. Dengan berat hati, kami harus memberhentikan kalian berdua," kata Pak Hendra tanpa basa-basi.

Santi dan Rina terkejut dan kecewa. Mereka berdua merasa tidak adil diperlakukan seperti ini setelah sebelas tahun mengabdi pada perusahaan.

"Tapi kenapa kami, Pak? Kami salah apa? Kami sudah bekerja dengan baik selama ini," protes Santi.

"Keputusan ini sudah final. Ini berdasarkan algoritma SDM kantor kita, kalian berdua karyawan yang paling pantas di efisiensi." tegas Pak Hendra dengan nada marah. "Ini surat pengunduran diri kalian. Silakan dibaca dan ditandatangani," lanjut kata Pak Hendra sambil membanting dua lembar kertas.

Santi dan Rina mengambil surat itu dengan tangan gemetar. Dan tanpa terasa air mata mereka sudah mengalir.

Saat mereka mulai membaca dengan mata yang telah tenggelam dengan air mata, mereka menyadari ada yang salah. Isi surat tersebut bukan surat pengunduran diri. Melainkan surat permohonan mutasi.

Santi dan Rina yang terlanjur menangis, melongo.

Tiba-tiba Pak Hendra tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha, kalian berdua lucu sekali! Muka kalian pucat pasi begitu," kata Pak Hendra.

Santi dan Rina saling pandang dan bingung.

"Maksud Bapak?" tanya Rina.

"Ini prank, Ibu-ibu. Perusahaan yang disini butuh efisiensi, dan yang di kantor pusat, dua tahun kedepan, ada lima pegawai yang pensiun. jadi terpaksa kalian aku pindah kesana," jelas Pak Hendra sambil tersenyum.

Santi dan Rina merasa lega sekaligus kesal. Ternyata Pak Hendra hanya mengerjai mereka.

Setelah beberapa saat, ketika tangisan mereka mulai mereda, "Tapi kenapa harus kami Pak yang pindah? Kenapa bukan pegawai yang lain?" tanya Rina.

Pak Hendra kemudian menjelaskan, selain alasan Santi dan Rina yang menjadi kandidat pengganti karyawan yang pensiun, pekerjaan administrasi yang juga menjadi beban kerja mereka di kantor tersebut, memang akan diefisiensi, dijadikan satu di kantor pusat. "Jadi, mau tidak mau kalian harus pindah kesana." kata Pak Hendra.

"Dan.. sebenarnya ada alasan lain juga sih?" lanjut kata Pak Hendra.

"Alasan apa Pak? apa kinerja kerja kami buruk?" sahut Santi yang masih merasa kesal dengan prank  Pak Hendra.

"Tidak..tidak" jawab Pak Hendra, "Kinerja kalian biasa-biasa aja kok."

"Biasa!" sahut Santi dan Rina, sambil alis mengkerut.

"Iya. Kan pekerjaan kalian merekap penjualan, bukan pengembangan produk," jawab Pak Hendra.

Sembari merapikan jas dan posisi duduknya, "Maaf ya, gini lo... Ibu-ibu, kalian berdua kan jomblo, apalagi dengan usia segitu, kalau yang pindah kalian kan tidak ribet-ribet amat kan ya. Kan tidak punya tanggungan. Toh, disana kalian juga akan tetap dalam satu divisi yang sama," kata Pak Hendra berusaha untuk bijak.

Merasa sedikit tersinggung, Rina menjawab, "Ya enggak gitu juga Pak alasannya."

Setelah beberapa saat adu argumen terkait kejombloan mereka, akhirnya Sinta dan Rina memaklumi keputusan perusahaan. Mereka bersedia di pindah, mematuhi kebijakan efisiensi yang telah ditetapkan, tentunya dengan iming-iming jenjang karir yang diutarakan oleh Pak Hendra di kantor pusat.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Kisah Horor: Panggilan Ayah

Antara Karma dan Nasib

Sahur Sendiri bersama Kunti

Cerita Hantu Berantai episode II: Kantor

Dibangkitkan sebagai Pezina