Realita Pegawai

Di jantung Universitas Realita Bangsa, di mana gedung-gedung pencakar langit modern berpadu dengan taman-taman rindang, bersemayam Budi, seorang programmer yang biasa saja.

Bukan jenis programmer yang tampil di panggung, melainkan sang arsitek aliran data di balik layar. Budi adalah tulang punggung tim IT, seseorang yang mengolah database Sistem Informasi Akademik (SIA).

Bagi Budi, akurasi data, efisiensi sistem, dan keandalan server adalah napas bagi kualitas layanan pendidikan. Dia percaya, data yang bersih dan sistem yang stabil adalah fondasi utama, jauh di atas kemasan luar.

Sebagai staf IT senior, Budi selalu memastikan data akademik, pendaftaran, nilai, hingga pembayaran berjalan mulus dan bebas bug.

Berbeda dengan Budi, terdapat karyawan lain bernama Beni. Beni adalah seorang yang ramah dan mudah bergaul, aktif dalam interaksi langsung.

Sebagai staf administrasi akademik, Beni cukup cakap dalam mengatur jadwal dan komunikasi umum, namun pemahaman teknisnya tentang SIA dan infrastruktur IT sangat terbatas.

Masalahnya, Beni tidak menyadari keterbatasan itu. Dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan seringkali sok tahu tentang hal-hal teknis yang sebenarnya tidak dia pahami. Dia adalah "wajah" instansi, selalu terdepan di front-office, dan pandai menciptakan kesan sibuk meskipun sebenarnya tidak ada yang dia kerjakan.

Universitas Realita Bangsa sendiri sedang dalam ambisi besar untuk meningkatkan citra dan jumlah pendaftar. Manajemen lebih fokus pada output yang kasat mata. Seperti jumlah mahasiswa, citra positif, presentasi meyakinkan kepada yayasan, dan layanan front-office yang mulus. Fondasi teknis yang solid pada sistem, hanya dianggap urusan teknisi.

Budaya kerja di instansi tersebut lebih menganggap kemampuan berkomunikasi, lebih diartikan sebagai kompetensi.

Hingga pada suatu masa, periode perampingan tugas pun tiba. Konon demi efisiensi anggaran dan fokus pada prioritas baru, manajemen memutuskan untuk mendistribusikan ulang atau mengurangi beberapa tugas yang dianggap "tidak penting".

Namun, intervensi Pak Surya mengubah segalanya. Meskipun Budi adalah tulang punggung teknis SIA yang menangani pekerjaan paling krusial di balik layar, Pak Surya justru memberikan pengurangan beban kerja kepada Beni, atau memberinya tugas-tugas "koordinasi" yang sebenarnya ringan.

Alasan Pak Surya adalah Beni dianggap "lebih strategis untuk kelancaran administrasi" dan "perlu fokus pada interaksi langsung dengan mahasiswa/orang tua," sementara Budi "hanya perlu fokus pada coding dan di belakang layar."

Pak Surya melihat Beni sebagai sosok yang proaktif, tanpa menyadari bahwa sebagian besar "inisiatif" Beni didasari oleh pemahaman yang dangkal. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Pak Surya pernah menyampaikan kepada staf lain bahwa Budi "kurang dapat bekerja sama" atau "terlalu kaku dalam menghadapi perubahan."

Akibatnya, beban kerja Budi membengkak. Tugas-tugas teknis yang seharusnya dibagi kini sepenuhnya ada di pundaknya. Dia harus tetap menjaga performa dan integritas database yang kritikal.

Sementara itu, Beni menghabiskan waktu dengan mengatur pertemuan-pertemuan (yang seringkali tidak substansial) dan mencoba memahami (dengan gagal) alur kerja teknis, sambil sesekali memberikan saran-saran yang tidak relevan berdasarkan pemahamannya yang keliru. Dia selalu berusaha terlihat terbaik di depan Pak Surya.

Pak Surya, yang juga kurang memiliki pemahaman teknis mendalam, justru merasa kasihan dan menganggap Beni "berusaha keras." Sedangkan Budi, hanyalah seorang teknisi yang "melakukan tugasnya saja."

Frustrasi Budi meningkat. Dia bekerja keras dan lembur, namun justru dibebani lebih banyak. Sementara Beni yang minim kontribusi teknis justru mendapat perlakuan istimewa karena dianggap "antusias" dan "proaktif."

Apalagi sebenarnya, Budi menganggap Beni tidak bisa diajak kerja sama. Seringkali, saat Budi mencoba menjelaskan prosedur teknis atau pentingnya akurasi data, Beni akan bersikeras dengan pendapatnya sendiri yang kadang menyalahi kode etik pegawai.

Pernah suatu saat, Beni menyarankan jalan pintas yang berpotensi merusak integritas data demi "mempercepat layanan" atau bahkan memanipulasi data kecil untuk "memudahkan proses administrasi."

Ketika Budi mencoba berbicara dengan Pak Surya tentang hal ini, dia malah mendapat jawaban, "Iya, saya mengerti itu rumit, tapi Beni juga punya banyak urusan dengan mahasiswa, pokoknya sistemnya harus jalan, kamu yang lebih paham soal itu."

Pendaftaran mahasiswa baru pun tiba. Beban kerja Budi yang menumpuk dan kurangnya pemahaman dari pihak administrasi (termasuk Beni yang sering salah input data atau memberikan informasi yang keliru, tanpa koordinasi atau menyalahi prosedur) akhirnya memicu masalah serius pada SIA. Database pendaftaran mengalami inkonsistensi data, yang berakibat server pembayaran tidak mengenali mahasiswa baru.

Kekacauan massal tak terhindarkan. Beni, dihadapkan pada situasi ketegangan di front-office, akibat mahasiswa/orang tua yang mengadu telah melakukan pembayaran, tetapi tidak terdeteksi oleh sistem.

Parahnya, Beni malah menyalahkan Budi si Pemelihara server. Dia memberikan informasi kepada Pak Surya dengan deskripsi yang lebih menyalahkan konfigurasinya, yang sebenarnya dia sendiri asal menebak.

Budi, meski frustrasi, sekali lagi harus turun tangan dan disalahkan. Di luar jam kerja, dia berusaha memperbaiki inkonsistensi data, mengoptimalkan server, dan mengatasi masalah yang timbul akibat kesalahan 'konfigurasi', seperti yang dikatakan Beni. Dia bekerja keras tanpa banyak diketahui oleh Pak Surya atau Beni.

Akhirnya, Budi berhasil memulihkan sistem meski terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan manual dan menyisihkan waktu tidur tim-nya.

Setelah masalah mereda, Beni dengan nada lega melaporkan kepada Pak Surya bahwa "situasi sudah terkendali berkat kerja sama tim." Dia menambahkan, "Cuma dengan sinkronisasi data, semuanya kembali normal."

Pak Surya, tanpa memahami akar masalah, memuji Beni atas "ketenangannya dalam menghadapi krisis" dan menganggapnya telah berkontribusi dalam penyelesaian masalah. "Tim IT, Budi dan timnya telah bekerja keras. Tapi penting juga peran administrasi dalam menenangkan mahasiswa, seperti yang Beni lakukan. Budi memang ahli teknis, tapi kadang kurang dalam koordinasi dengan tim non-teknis." ucapnya ke manajemen.

Budi merasa semakin terasingkan. Dia melihat Beni, lebih berjasa karena telah "menghadapi" mahasiswa dan melaporkan masalah kepada atasan dibanding dirinya. Sementara Pak Surya tetap yakin bahwa Budi adalah sosok yang "kurang bekerja sama."

Budi mencapai titik jenuh. Dia menyadari bahwa kompetensi teknisnya tidak pernah dihargai dengan semestinya di lingkungannya. Justru ketidaktahuan yang disertai kepercayaan diri berlebih justru lebih dihargai.

Akhirnya Budi memutuskan untuk mencari lingkungan kerja yang lebih profesional dan menghargai keahlian teknis. Dia mulai mencari peluang di luar Universitas Realita Bangsa.

Sedangkan Beni terus beraktivitas di front-office, masih dengan kepercayaan diri dan pemahamannya yang terbatas. Dia tidak menyadari jika fondasi teknis SIA menjadi rapuh, akibat kesalahan input, konfigurasi-konfigurasi yang terus keliru dan kebijakan yang terlalu menggampangkan prosedur.

Kepergian Budi, satu-satunya orang yang benar-benar memahami sistem, meninggalkan lubang besar dan menjadi bom waktu. Suatu saat, masalah teknis yang lebih besar, pasti akan kembali terjadi, dan kali itu, Universitas Realita Bangsa dapat mengalami konsekuensi yang lebih serius.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Gulungan sang Raja

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Lurah Sukirman

Desainer Agak-agak

Dibalik Aplikasi Jomblo Milenial

Ada Semut Dibalik Gula