Efisiensi Level Absurd

Di sebuah instansi pemerintah di Malang yang terkenal dengan slogan "Efisiensi adalah Nafas Kami", hiduplah seorang staf bernama Bambang. Bambang adalah seorang pekerja keras, loyal, dan memiliki kemampuan menahan lapar di atas rata-rata. Ini bukan karena diet, tapi karena kebijakan efisiensi instansinya yang sudah mencapai level absurd.

Suatu pagi yang mendung, Bambang merasa tenggorokannya sekering gurun pasir. Dengan langkah gontai, dia menuju dispenser air di pojok ruangan. Namun, betapa terkejutnya dia melihat sebuah pengumuman yang tertempel pada galon:


PENGUMUMAN

Sehubungan dengan program efisiensi anggaran yang mendesak, terutama setelah analisis menunjukkan bahwa pengeluaran air minum tahunan instansi dengan 40 karyawan dapat mencapai angka yang fantastis (Rp 25 juta), maka kebijakan efisiensi diperketat. Setiap staf wajib membawa botol minum refill sendiri, dengan maksimal 2 kali refill dari galon yang sudah disediakan.

Seluruh perjalanan dinas, kecuali yang bersifat sangat krusial dan mendapat persetujuan langsung dari pimpinan tertinggi dengan justifikasi yang kuat, ditiadakan. Komunikasi dan koordinasi diharapkan dilakukan secara daring melalui video conference atau email.

Dimohon kerjasamanya untuk menghemat pengeluaran instansi.

Bambang menghela napas panjang. "Cuma dua kali," desahnya. Dia ingat betul, beberapa bulan lalu, kebijakan efisiensi juga merambah ke urusan camilan rapat. Sekarang, jangankan gorengan, aroma kopi pun tinggal kenangan pahitnya saja. Dan kini, mimpi untuk mengikuti pelatihan di Jakarta pun pupus sudah. Alasannya jelas, yaitu biaya tiket pesawat, akomodasi, dan uang saku harian dianggap pemborosan yang tidak dapat ditoleransi.

Keesokan harinya, "Permisi, Pak Kepala," Bambang memberanikan diri bertanya pada atasannya yang sedang asyik mengetik di komputer dengan satu tangan sambil memegang gelas bekas selai kacang, dan berisi air galon. "Ini soal air minum, Pak. Dan soal...pelatihan di Jakarta?"

Pak Kepala mendongak, menatap Bambang dengan tatapan penuh kearifan seorang ekonom garis keras. "Ya, Bambang. Soal air, sudah jelas. Kita harus efisien. Dan soal pelatihan... bukankah kita punya Zoom? Semua materi dan ilmu bisa didapatkan secara daring. Perjalanan dinas itu mahal, Bambang. Bayangkan berapa banyak galon air yang bisa kita beli dengan anggaran satu perjalanan dinas!" Dia lalu kembali fokus pada layar komputernya.

Nasib malang Bambang berlanjut di rapat siang itu. Topik rapat kali ini sangat krusial, "Strategi Peningkatan Efisiensi Menggunakan Kertas Memo dan Optimalisasi Komunikasi Daring untuk Mengurangi Kebutuhan Perjalanan Dinas". Rapat berlangsung sengit, ide-ide brilian (dan beberapa yang absurd) bermunculan. Seorang peserta rapat ada yang mempertanyakan, "Perbedaan Efisiensi dan Pelit?"

Perut Bambang mulai keroncongan. Saat jam makan siang tiba, Pak Kepala berdeham. "Baiklah, rapat kita cukupkan sampai di sini. Untuk makan siang, silakan kembali ke meja masing-masing dan memanfaatkan bekal yang sudah dibawa. Ingat, efisiensi dalam segala hal!"

Tiba-tiba, Rina bertanya, "Pak, kalau ada tamu dari luar kota yang seharusnya kita jemput di bandara, bagaimana?"

Pak Kepala tersenyum penuh arti. "Nah, Rina, pertanyaan yang bagus! Kita informasikan kepada tamu tersebut untuk menggunakan transportasi online. Biayanya akan kita reimburse dengan catatan... harus yang paling murah dan ada bukti kwitansi yang jelas. Perjalanan dinas staf untuk menjemput tamu? Itu pemborosan!"

Sore harinya, Bambang dengan lesu mengeluarkan botol minumnya dari dalam tas. Bukan botol tumbler kekinian, melainkan botol bekas oli samping motor yang sudah dicucinya berkali-kali, yang samar-samar aroma "racing" masih tercium setiap kali dia meneguk air di dalamnya. Saat dia mengisi air di galon, Pak Kepala tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya, karena sedang ingin mengisi gelas bekas selai kacangnya. "Semangat efisiensi, Bambang! Ingat, setiap rupiah yang kita hemat bisa digunakan untuk hal yang lebih penting!" sapa Pak Kepala sembari mengepalkan tangannya.

Bambang memaksakan senyum. "Semangat juga, Pak!" jawabnya lirih. Dalam hati, dia bertanya-tanya, hal penting apa yang lebih penting dari kesejahteraan staf dan pengembangan kompetensi melalui pelatihan langsung. 

Malam harinya, Bambang bercerita kepada istrinya. Istrinya hanya bisa tertawa getir. "Mungkin besok kamu harus rapat daring dari rumah, Mas, biar hemat biaya listrik kantor!"

Bambang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Di instansinya, efisiensi bukan lagi sekadar kebijakan, tapi sudah menjadi ideologi yang merasuk hingga ke hal-hal terkecil, bahkan membatasi mobilitas dan kesempatan belajar stafnya.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Drama Bocil di Balik Kuali

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Sofyan dan Pinjaman Online

Desainer Agak-agak

Gulungan sang Raja

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Dibalik Teror Hantu Rini

Lurah Sukirman