Lomba Memasak Cerminan Hidup
Di sebuah desa kecil yang terkenal dengan kulinernya, diadakanlah lomba masak tahunan.
Tahun itu ada yang berbeda. Pak Kades memberikan tema lomba "Cerminan Hidup", yang mengharuskan pesertanya membuat masakan yang menggambarkan tentang kondisi hidupnya.
Dan tidak segan-segan, Pak Kades mengundang chef terkenal dari kota sebagai juri, yaitu chef yang dikenal dengan sebutan Chef Juni.
Lomba pun dimulai, para peserta mulai sibuk.
Bu Siti, seorang guru yang sedang membuat "Tumis Kesabaran", asap mengepul dari wajannya dan beraroma tumisan sayur yang berpadu dengan harumnya bawang putih dan cabai. Wajah Bu Siti terlihat fokus, tangannya lincah mengaduk tumisan, dan sesekali menambahkan bumbu dengan takaran yang pas.
Di sudut lain, Pak Budi yang membuat "Nasi Goreng Mimpi" terlihat santai, dan sesekali dia menguap. Telur mata sapi yang digorengnya terlihat setengah matang, kuningnya masih cair, seolah menggambarkan mimpinya yang masih menggantung.
Sedangkan Mbak Ani, dia terlihat yang paling sibuk. Wajahnya yang tegang dan tangannya yang gemetar seolah-olah menunjukkan bahwa dia sedang menahan kesedihan. Apalagi kuah lodehnya yang berwarna sedikit keruh dan beberapa potong sayuran yang terlihat layu, sungguh sangat menggambarkan masakannya yang dia beri nama "Sayur Lodeh Cinta Bertepuk Sebelah Tangan".
Chef Juni, sang juri, berjalan mengelilingi para peserta. Dia mengamati dengan seksama, berwajah datar tanpa ekspresi, sesekali mencicipi masakan, yang sempat membuat Bu Siti gugup.
Namun meskipun demikian, para peserta tetap berusaha semaksimal mungkin memasak, dengan mencurahkan seluruh perasaan ke masakan sesuai suasana hati mereka masing-masing.
Akhirnya, saat penjurian pun tiba.
Bu Siti menyajikan tumis dengan sayuran yang diiris tipis-tipis, melambangkan kesabaran dalam menghadapi murid-muridnya. Pak Budi menyajikan nasi goreng dengan telur mata sapi yang "melotot", yang katanya itu melambangkan mimpinya yang selalu terjaga. Dan Mbak Ani yang menyajikan sayur lodeh dengan kuah yang sedikit pahit, dengan potongan sayur yang terlihat layu. "Ini melambangkan kisah cintaku, Chef," katanya sambil berkaca-kaca.
Chef Juni pun terdiam, antara kasihan dan menahan tawa. Namun, saat Pak Kades mencicipi masakan Mbak Ani, dia tiba-tiba berseru, "Lho, kok enak?!"
Ternyata, meskipun pahit dan layu, sayur lodeh Mbak Ani memiliki rasa yang unik dan lezat.
Akhirnya, sesuai nilai dari Chef Juni juga, Mbak Ani keluar sebagai pemenang, membuktikan bahwa meskipun hidupnya jomblo apes, tetapi masakannya tetap juara.
Pak Kades pun mengangguk-angguk, "Nah, ini baru namanya masakan yang mencerminkan hidup!"
Comments
Post a Comment