Kebutuhan Kesehatan Mental Arya
Di sebuah kantor di sudut kota Malang, Arya berkutat dengan barisan kode di layarnya. Jemarinya menari lincah, membangun fondasi sistem database yang rumit, dan menyesuaikan dengan kebutuhan kantor.
Sayangnya, di kantor itu, mata lebih tertuju pada mereka yang terlihat duduk bekerja di ruang tata usaha.
Bagas, si "guru nasihat", selalu hadir sejak pagi, dan tak pernah absen memberikan wejangan, bahkan tanpa diminta.
Arya pernah dengan sukarela mengambil alih sebagian pekerjaan Bagas atas permintaan atasan. Yang konon beban kerja Bagas tinggi dan menumpuk.
Namun, lama kelamaan, setelah Arya turun tangan, Bagas justru terlihat semakin sering santai, menonton video Tik Tok hampir dua jam setiap pagi.
Di sisi lain, Arya juga jengah dengan Indra, rekan kerjanya yang selalu merasa paling tahu. Setiap kali rapat, selalu ada saja sikap Indra yang membuat Arya jengkel. Terlebih pekerjaan Arya dianggap sama tingkat beban kerjanya, dengan pekerjaan Indra yang lebih ke administrasi.
Puncaknya terjadi saat Arya menyampaikan keluh kesahnya kepada Pak Budi, sang Atasan. Arya memutuskan untuk mengembalikan pekerjaan ke Bagas dan meminta untuk pindah.
Alih-alih mendapat dukungan, Arya justru dituduh tidak profesional dan egois. "Kamu harus lebih bisa bekerja sama, Arya. Jangan hanya memikirkan diri sendiri," ujar Pak Budi kala itu, tanpa mau memahami rasa dikucilkan selama bertahun-tahun.
Arya merasa terpojok. Dia tahu, di lingkungan ini, karyanya yang membangun fondasi digital perusahaan tidak lebih berharga dari sekadar "tampang" hadir dan mulut menjilat.
Rasa frustrasi dan ketidakadilan Arya menumpuk.
Arya tidak tahan lagi berinteraksi dengan Indra yang selalu meremehkan semua pekerjaan, dan dia merasa percuma menjelaskan apapun pada Pak Budi yang lebih menghargai kehadiran meskipun tak produktif.
Dengan berat hati, akhirnya Arya mengambil keputusan. Dia mengajukan permohonan risen, meskipun dia menyadari adanya tanggung jawab yang dia tinggalkan.
Bagi Arya, kesehatan mental dan kesempatan untuk dihargai atas hasil karyanya jauh lebih penting.
Arya ingin mencari lingkungan di mana kontribusi diukur dari kualitas sistem yang terbangun, bukan dari berapa lama seseorang terlihat di kantor atau seberapa sering dia memberikan "nasihat".
Dan saat Arya berkemas, dia menatap layar komputernya. Sistem database yang dia rancang dan perlahan mulai terbentuk, tak akan pernah sepenuhnya dihargai di tempat ini.
Arya hanya berharap, di tempat yang baru, karyanya akan terlihat. Dan dia hanya ingin bekerja di tempat, di mana "tidak kelihatan" bukan berarti "tidak bekerja".
Comments
Post a Comment