Integritas dan Harga Diri


Di sebuah perusahaan konsultan yang ramai, hiduplah seorang analis data bernama Rian.

Rian dikenal sebagai sosok yang cerdas, pekerja keras, dan jujur. Dia selalu mengedepankan kualitas kerja dan integritas. Namun, sayangnya, kebaikan Rian sering kali tidak terlihat, yang tertutupi hasil kerja rekan kerjanya, Dani, seorang penjilat ulung yang selalu mencari muka di hadapan atasan.

Pekerjaan Dani sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada pekerjaan Rian. Tetapi bakat luar biasa Dani dalam "menjual diri", membuat dirinya terlihat sibuk dan penting di mata atasan, Pak Budi.

Dani sering kali memberikan laporan-laporan kecil yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, tetapi karena dia mempresentasikan dengan penuh semangat dan percaya diri, seolah-olah itu adalah kontribusi besar bagi perusahaan.

Sementara itu, Rian, yang fokus pada analisis data yang mendalam dan solusi inovatif, sering kali diabaikan oleh Pak Budi. Pak Budi lebih terkesan dengan laporan-laporan "berkilau" Dani, meskipun isinya tidak terlalu substansial.

Sampai suatu hari, Rian dan Dani ditugaskan untuk mengerjakan sebuah proyek besar. Rian bekerja keras siang dan malam, menghasilkan analisis yang mendalam dan solusi yang inovatif. Namun, Dani, seperti biasa, hanya berpura-pura sibuk dan mengandalkan Rian untuk menyelesaikan semua pekerjaan.

Ketika presentasi proyek tiba, Dani dengan percaya diri mempresentasikan hasil kerja Rian, seolah-olah itu adalah karyanya sendiri. Pak Budi sangat terkesan dan memuji Dani setinggi langit. Rian merasa sangat kecewa dan marah. Dia merasa usahanya tidak dihargai, dan integritasnya diinjak-injak.

Setelah presentasi, Rian mencoba mencari keadilan dengan curhat kepada atasannya yang lain, yaitu Pak Herman sang Manajer personalia. Sayangnya, alih-alih memberikan dukungan, Pak Herman justru memberikan nasihat yang membuat Rian semakin frustrasi.

"Rian, saya mengerti perasaanmu," kata Pak Herman, "Tapi, kamu juga harus memikirkan tanggung jawabmu terhadap instansi ini dan keluargamu sendiri. Kita semua bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Jangan biarkan masalah pribadi mengganggu kinerja tim."

Rian merasa nasihat itu seolah-olah memaksanya untuk bertahan menghadapi sifat Dani yang penjilat. Padahal, dengan usianya yang sudah kepala empat, dia hanya ingin bekerja dengan tenang dan dihargai. Dia merasa lelah melihat pekerjaannya disamakan oleh penjilat.

Dengan berat hati, Rian memutuskan untuk mengundurkan diri. Mengingat usianya yang sudah tidak muda, Rian kesulitan mencari pekerjaan baru yang sesuai.

Dengan tabungan yang semakin menipis, dia memutuskan untuk membuka toko kecil dikontrakannya. Dan sesekali, dia juga mengambil pekerjaan sebagai pengemudi ojek online untuk menambah penghasilan.

Meskipun hidupnya tidak semudah dulu, Rian tetap bersyukur. Dia belajar bahwa integritas dan harga diri lebih berharga daripada jabatan dan materi. Dia menjalani hari-harinya dengan tenang, dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya apa adanya.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Kisah Horor: Panggilan Ayah

Antara Karma dan Nasib

Sahur Sendiri bersama Kunti

Cerita Hantu Berantai episode II: Kantor

Dibangkitkan sebagai Pezina