Bahagia dengan Apa yang Ada

Di sebuah toko smartphone yang sepi, seorang pria muda bernama Rio berdiri di depan gallery smartphone, matanya tertuju pada sebuah iPhone terbaru yang berkilauan. Dia telah menabung selama berbulan-bulan untuk membeli ponsel impiannya itu.

"Selamat siang, Mas," sapa seorang sales wanita dengan suara ceria. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau beli iPhone ini," jawab Rio, menunjuk ke arah ponsel yang dia inginkan.

"Wah, pilihan yang tepat!" seru sales itu dengan mata berbinar, beranggapan lelaki di depannya itu pasti akan membelinya dan dia akan mendapatkan bonus. "Ini model terbaru, lho. Dijamin puas!"

Rio mengangguk, hatinya berdebar-debar. Dia sudah tidak sabar untuk memiliki ponsel itu.

"Berapa harganya?" tanya Rio.

"Harganya lumayan, Mas," jawab kasir itu, menyebutkan nominal yang membuat mata Rio terbelalak.

Rio terdiam sejenak. Dia tahu harga iPhone memang mahal, tapi dia tidak menyangka akan semahal ini.

"Saya... saya pikir-pikir dulu, deh," kata Rio, sedikit ragu.

"Lho, kok gitu?" tanya kasir itu, dengan nada sedikit kecewa menyadari bonusnya terbang melayang. "Ini kesempatan emas lo, Mas. Kapan lagi bisa punya iPhone terbaru?"

Rio menggelengkan kepala. "Maaf, Mbak. Saya sedang mau beli iPhone pakai uang sendiri, bukan hasil korupsi. Jadi, saya harus benar-benar yakin."

Kasir itu menghela napas. "Pakai bawa-bawa kata korupsi segala," pikirnya. "Ya sudah, terserah Mas saja. Tapi jangan menyesal, ya."

Rio tersenyum tipis. "Terima kasih, Mbak. Saya permisi dulu."

Rio berjalan keluar toko, pikirannya berkecamuk. Dia ingin sekali memiliki iPhone itu, tapi dia juga tidak mau menghambur-hamburkan uang.

Tiba-tiba, dia teringat percakapannya dengan seorang teman beberapa waktu lalu. Temannya itu berkata, "Rio, jangan terlalu memaksakan diri. Kalau memang belum mampu, ya jangan dipaksakan. Yang penting, kamu bahagia dengan apa yang kamu punya."

Rio mengangguk dalam hati. Temannya itu benar. Dia tidak perlu terlalu ngotot untuk memiliki iPhone itu. Dia bisa bahagia dengan ponselnya yang sekarang.

Rio pun kembali ke toko smartphone itu. Dia menghampiri sales yang tadi melayaninya.

Melihat Rio kembali, mata sang sales kembali berbinar, dengan senyum merekah, merasakan bonusnya yang tadi terbang, seakan kembali menghampirinya.

"Mbak, maaf," kata Rio. "Saya tidak jadi beli iPhone-nya."

Sontak, senyum si Sales berubah cemberut.

"Kalau tak jadi beli ngapain balik," kata sales itu dalam hati, sambil menatap Rio heran. "Lho, kok gitu?" jawabnya.

"Saya sadar, saya tidak perlu terlalu bertanggung jawab dengan perusahaan yang mengharuskan saya memiliki ponsel pintar seperti iPhone itu," jawab Rio.

"Saya hanya ingin bahagia dengan apa yang saya punya."

Sales itu terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Baguslah, Mas. Meskipun saya tidak mengerti apa yang Mas maksud, semoga Mas bahagia selalu."

Rio tersenyum lega. Dia merasa telah membuat keputusan yang tepat. Dia tidak perlu memiliki iPhone terbaru untuk bahagia. Dia dapat bahagia dengan dirinya sendiri.

Setelah Rio pergi, si Sales berkata lirih ke sales lain, "Dasar, orang stres!".

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Kisah Horor: Panggilan Ayah

Antara Karma dan Nasib

Sahur Sendiri bersama Kunti

Cerita Hantu Berantai episode II: Kantor

Dibangkitkan sebagai Pezina