Skandal PUSKESMAS Terpencil
Ratna adalah seorang dokter muda yang baru saja diangkat sebagai kepala PUSKESMAS di sebuah kecamatan terpencil.
PUSKESMAS itu terletak di pinggir kota dan dikelilingi oleh sawah.
Ketika pertama kali tiba, Ratna sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan tempat kerja barunya tersebut.
Bangunan PUSKESMAS yang terlihat tua, kusam dan gelap, dengan jendela-jendela yang kotor dan dinding yang retak, tidak sebanding dengan laporan pemasukan yang tinggi, yang Ratna pelajari beberapa hari sebelum berangkat ke PUSKESMAS tersebut.
Bahkan, pada sore pertamanya, Ratna mendengar suara aneh dari lantai atas. Suara seperti langkah kaki yang berat dan terdengar jelas.
Ratna mencoba mengabaikan suara tersebut. Tetapi, ternyata suara itu sering menemaninya di kemudian hari.
Keesokan harinya, Ratna bertemu dengan karyawan PUSKESMAS lainnya. Raut wajah mereka terlihat takut dan gelisah. Bahkan seorang perawat bernama Lestari, memberitahu Ratna bahwa PUSKESMAS itu dihantui oleh arwah pasien yang telah meninggal.
Ratna tidak percaya pada cerita hantu, dia menganggap cerita-cerita karyawan hanya agar membuatnya tidak betah di PUSKESMAS, "Mungkin mereka tidak nyaman saja denganku" pikirnya.
Lalu sesuai pekerjaannya, Ratna memeriksa catatan medis pasien-pasien, laporan kuangan, apotek dan lain sebagainya.
Saat melakukan inspeksi awal itu, karena belum terkomputerisasi, Ratna kesulitan, namun tetap dapat menemukan beberapa hal yang membuatnya semakin curiga. Seperti obat-obatan yang disimpan di gudang tampak tidak terorganisir dengan baik, dan beberapa obat-obatan tampak sudah kadaluarsa. Selain itu, Ratna juga menemukan beberapa dokumen yang tidak lengkap dan tidak jelas, termasuk laporan pasien dan catatan medis.
Tiba-tiba.
Pintu ruangan Ratna dibuka dan seorang dokter yang lebih tua dengan wajah yang ramah. "Selamat pagi, Dokter Ratna," kata dokter tersebut dengan senyum. "Saya Dr. Surya, salah satu dokter senior di PUSKESMAS ini. Saya ingin berkenalan dengan Anda dan menyambut Anda sebagai kepala baru kami".
Ratna sedikit terkejut dengan kedatangan Dr. Surya, dia mempersilahkan masuk, mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dan menjawab "Selamat pagi, Dokter. Senang berkenalan dengan Anda."
Dr. Surya duduk di kursi yang ada di depan meja Ratna dan memulai percakapan. "Saya ingin tahu, Dokter Ratna, apa yang membuat Anda tertarik untuk menjadi kepala PUSKESMAS kita ini? Kami adalah sebuah tim kecil, tetapi kami memiliki semangat yang besar untuk membantu masyarakat".
"Saya tertarik untuk menjadi kepala PUSKESMAS karena saya ingin membantu masyarakat dan membuat perubahan positif," jawab Ratna dengan hati-hati.
Kurang lebih, selama 15 menit berikutnya mereka berbincang.
Ratna merasa bahwa Dr. Surya mencoba untuk membangun hubungan yang baik dengannya. Tetapi disisi lain, Ratna juga merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik perbincangan mereka tersebut.
"Saya juga ingin memastikan bahwa PUSKESMAS kita berjalan dengan efektif dan efisien, sesuai laporan yang telah kami terima sebelumnya" kata Ratna mencoba mengakhiri percakapan.
Dr. Surya mengerti, tersenyum lalu berkata, "Saya senang mendengar itu. Kami memang membutuhkan orang seperti Anda untuk membantu kami meningkatkan kualitas pelayanan kita. Jika Anda memiliki pertanyaan atau kebutuhan, jangan ragu untuk meminta kepada saya atau karyawan lainnya yang ada disini ya".
Dr. Surya beranjak dari kursi, dan berpamitan.
"Terima kasih, Dok", kata Ratna dengan sopan.
Sikap Dr. Surya yang seperti itu, semakin membuat Ratna curiga. Sebab, beberapa hari berikutnya, Ratna menemukan bahwa Dr. Surya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan yang digunakan di PUSKESMAS tersebut.
Beberapa malam kemudian, ketika Ratna sedang lembur menyelidiki dokumen-dokumen di ruang kerjanya, dia mendengar lagi suara langkah kaki yang berat dari lantai atas.
Kali ini, suara itu terdengar lebih dekat dan lebih keras. Ratna merasa ada sesuatu yang berusaha mendekatinya.
Dan, "Brak!" suara gebrakan pintu ruangan Ratna, yang dibuka dengan paksa.
Ratna kaget, dan melihat seorang wanita berpakaian pasien dengan wajah pucat dan mata yang kosong di depan pintu itu.
Lalu, sosok wanita itu berjalan, mendekati Ratna dengan langkah yang pelan.
Ratna merasa takut, tetapi dia tidak bisa bergerak.
Wanita itu pun semakin dekat, sampai Ratna bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Beruntung, kedatangan Pak Gimin, tukang kebun PUSKESMAS sekaligus merangkap satpam, yang membawakan kopi untuk Ratna, mengusir hantu wanita itu hilang entah kemana, secara tidak sengaja.
"Kopinya Bu!" kata Pak Gimin.
Ratna yang masih tidak percaya apa yang baru saja terjadi, hanya bisa berkata "Terima kasih Pak" dengan suara yang bergetar.
Melihat wajah Ratna yang pucat, Pak Gimin bertanya "Ada apa Bu?".
Ratna menggelengkan kepala, dan mengatakan ke Pak Gimin jika semua baik-baik saja.
Kemudian di malam yang lain, ketika menyalakan mobilnya untuk pulang, Ratna diganggu oleh sosok lain. Tampak seorang nenek sedang berada tepat di depan mobilnya, tersorot lampu.
Nenek-nenek itu memakai kebayak layaknya orang-orang Jawa jaman dahulu.
Ratna sempat kaget, namun begitu dia mencoba melihat dengan seksama, sosok nenek-nenek itu pudar dan menghilang.
Keesokan paginya, Ratna menyadari jika Pak Gimin tampaknya memiliki pengetahuan lebih banyak tentang sejarah PUSKESMAS dan kejadian-kejadian aneh yang terjadi di sana.
Ratna lalu memanggil Pak Gimin dan bertanya kepadanya tentang apa yang sebenarnya terjadi di PUSKESMAS tersebut.
Pak Gimin menerima Ratna dengan ramah dan mulai menceritakan tentang sejarah dan kejadian-kejadian aneh yang terjadi selama dia bekerja di PUSKESMAS.
Menurut Pak Gimin, PUSKESMAS tersebut dulunya adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh keluarga kaya. Namun, setelah beberapa tahun, rumah sakit tersebut bangkrut dan diambil alih oleh pemerintah.
Pak Gimin juga menceritakan tentang Dr. Surya. Menurutnya, Dr. Surya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan yang digunakan di PUSKESMAS tersebut, dan itu sesuai dugaan Ratna.
Lalu, sebagaimana Ratna, Pak Gimin juga sering didatangi sosok wanita dan nenek-nenek tua. Yang setahu Pak Gimin, keduanya adalah pasien yang meninggal di PUSKESMAS itu.
Mendengar keterangan Pak Gimin, Ratna mulai mencari-cari data pasien yang telah meninggal. Dia mengingat-ingat dan mencocokkan wajah sosok wanita dan nenek tua yang menampakkan diri kepadanya.
Ratna menemukan jika si Wanita itu meninggal akibat alergi obat. Namun hal yang mengejutkan adalah alergi obatnya berasal dari komposisi obat penurun panas, padahal diagnosa penyakit yang diderita si Wanita, hanyalah penyakit kulit biasa.
Sedangkan kematian si Nenek adalah kematian alami atau memang karena usia. Tetapi karena dia tidak memiliki keluarga, Ratna curiga jika kematian si Nenek dijadikan alat untuk klaim bantuan sosial dari pemerintah, atas biaya pengobatan fiktif yang telah dikeluarkan pihak PUSKESMAS.
Hari-hari pun berlanjut. Ratna terus melakukan penyelidikan, dan semua bukti mengarah ke Dr. Surya. "Kalau pun pemberian obat yang tidak sesuai diagnosa dan disisipkan hanya satu atau dua ke pasien, agar stock obat di apotek cepat habis, sepertinya itu tidak mungkin" pikir Ratna, yang membuat dia tidak berani mengambil tindakan gegabah. "Apalagi PUSKESMAS ini pada dasarnya juga sepi".
Dalam kebingungannya itu, Ratna menyadari satu hal lagi. Obat-obatan yang kadaluarsa di apotek, adalah obat-obatan yang mengandung Codeine, Pseudoefedrin, dan Ketamine yang dapat diolah kembali menjadi obat-obatan terlarang.
Ratna memeriksa kembali dokumen penanganan limbah. Dan menemukan bahwa perawat Lestari yang bertanda-tangan sebagai penanggung-jawab.
Ratna merasa aneh, kenapa Lestari yang bertugas, bukan dokter senior.
Akhirnya Ratna pun memanggil Lestari.
"Tolong duduk, Lestari" kata Ratna dengan suara yang tegas namun tetap sopan. "Saya ingin membicarakan tentang penanganan limbah obat-obatan di PUSKESMAS ini."
Mendengar Ratna berkata seperti itu, Lestari gugup, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. "Ya, apa yang ingin dibicarakan, Bu?".
Ratna menunjukkan dokumen penanganan limbah kepada Lestari. "Saya melihat bahwa Anda yang bertanda-tangan sebagai penanggung-jawab dalam penanganan limbah obat-obatan. Bisa Anda jelaskan prosesnya untuk obat-obatan yang kadaluarsa?".
Dengan gugup, Lestari menjelaskan jika dia bekerja-sama dengan pihak kebersihan dalam penghancuran obat-obat kadaluarsa tersebut. "Saya memastikan obat-obatan kadaluarsa dibuang dan dihancurkan dengan cara yang benar" kata Lestari.
Melihat bahasa tubuh Lestari, Ratna curiga jika obat-obat kadaluarsa itu tidak benar-benar dihancurkan. Namun dimanfaatkan Lestari untuk hal lain untuk kepentingannya pribadi. "Dan mungkin saja, hilangnya data rekam medis beberapa pasien, ada hubungannya juga dengan aksi Lestari ini" pikir Ratna.
Ratna mempersilahkan Lestari melanjutkan pekerjaannya.
Setelah Lestari pergi, Ratna semakin bingung, banyak sekali kecurigaan, namun minimnya bukti. Dia tidak tahu bagaimana cara membuktikan dugaannya.
Pada akhirnya, setelah berpikir panjang, sebagai Kepala PUSKESMAS Ratna memutuskan, untuk membuat sistem informasi sederhana yang terkomputerisasi, yang dapat memonitor pasien, keluar masuk obat-obatan, dan kedisiplinan karyawan.
Ratna berharap dengan sistem sederhana tersebut, meskipun tidak dapat membuktikan penyalahgunaan, setidaknya akan dapat mempersulit aksi-aksi penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh Dr. Surya dan Lestari jika memang benar mereka melakukannya.
Comments
Post a Comment