Skandal Dokter PUSKESMAS
Dr. Wahyu adalah seorang dokter muda yang bekerja di sebuah PUSKESMAS di pinggiran kota. Dia dikenal sebagai dokter yang sangat peduli dan berdedikasi pada pekerjaannya.
Dengan senyum yang hangat dan ramah, dia selalu membuat pasien-pasien merasa nyaman ketika berkonsultasi dengannya.
Ditambah Dr. Wahyu memiliki rambut hitam yang selalu rapi dan mata coklat yang cerah, yang membuatnya terlihat sangat profesional dan menarik.
Namun, suatu hari, Dr. Wahyu menerima ancaman pembunuhan dari seseorang yang mengklaim bahwa dia telah salah dalam merawat pasiennya.
Ancaman itu datang melalui telepon, dan terdengar marah dan penuh dendam. "Kamu telah membunuh ayahku!" teriak suara itu. "Kamu tidak akan pernah bisa hidup tenang lagi!"
Dr. Wahyu sangat terkejut. Dia tidak merasa pernah memiliki pasien yang meninggal karena kesalahan medis, apalagi sampai keluarga pasien yang mengancamnya.
Dr. Wahyu mencoba mencari informasi lebih lanjut, "Hei, siapa kamu?" tanya Dr. Wahyu, dan ternyata panggilan telepon itu sudah ditutup.
Dr. Wahyu bertanya kepada dirinya sendiri "Mengapa orang ini marah-marah?".
Hari-hari berikutnya, Dr. Wahyu menerima ancaman serupa, semua dengan pesan yang sama "Kamu telah membunuh ayahku!" dan "Kamu akan dibalas!". Dia mulai merasa tidak nyaman.
Dr. Wahyu memutuskan untuk melaporkan ancaman-ancaman tersebut kepada pihak kepolisian.
Fan pada suatu pagi, Dr. Wahyu tiba di kantor polisi setempat. Dia langsung masuk dan menyapa petugas resepsionis.
"Permisi, saya ingin melaporkan ancaman terhadap daya, alurnya bagaimana ya Mbak?", tanya Dr. Wahyu. "Saya menerima ancaman bahwa saya akan dibunuh."
Petugas resepsionis seperti membuka sesuatu di komputer di depannya, meminta dan mencocokkan KTP, lalu mengetikkan sesuatu.
Petugas resepsionis juga meminta keterangan lain. Dan ketika dirasa cukup, petugas tersebut mencetak dan menyodorkan dokumen laporan ke Dr. Wahyu, untuk divalidasi dan ditanda-tangani.
"Baik, Pak. Silakan duduk di ruang tunggu, nanti petugas kami akan datang menemui Bapak" kata resepsionis sembari mengembalikan KTP Dr. Wahyu.
Dr. Wahyu duduk di kursi besi panjang, yang terletak di ruang tunggu. Beberapa majalah usang, menarik perhatiannya. Sayangnya, ketika Dr. Wahyu hendak membacanya, seorang pria berpakaian seragam polisi dengan tatapan mata yang tajam datang menemuinya.
"Selamat pagi, Dokter," pria itu berkata, sambil mengulurkan tangan untuk berjabat. "Saya Bambang, dari Unit Kriminal Umum. Saya yang akan bertugas menangani kasus ini. Silakan ikuti saya."
Dr. Wahyu mengikuti Inspektur Bambang ke sebuah ruangan yang lebih kecil, dengan meja dan dua kursi di dalamnya. Inspektur Bambang meminta Dr. Wahyu untuk duduk dan mulai menceritakan tentang ancaman-ancaman yang diterimanya.
Inspektur Bambang mendengarkan dengan saksama, mencatat informasi penting dan mengajukan pertanyaan untuk memperjelas beberapa hal.
Setelah Dr. Wahyu selesai menceritakan, Inspektur Bambang memandangnya dengan serius. "Kami akan melakukan penyelidikan tentang kasus ini," katanya.
Karena sampai hari itu tidak terjadi sesuatu yang membahayakan pada Dr. Wahyu, Inspektur Bambang menduga jika ancaman tersebut hanya ulah orang iseng. "Saya sarankan Dokter untuk tetap berhati-hati dan tidak mengabaikan ancaman-ancaman tersebut." pesan Inspektur Bambang.
Dr. Wahyu merasa sedikit lega, tetapi dia masih merasa tidak nyaman. Dia tahu bahwa penyelidikan akan memakan waktu dan dia tetap harus berhati-hati sampai kasus ini terselesaikan.
Esok harinya, Dr. Wahyu mendapat kabar melalui pesan chat dari Inspektur Bambang, jika nomor yang digunakan pelaku untuk menghubunginya, terdaftar di KEMINFO atas nama Yokabus Dumupa, dari Papua.
Dan ketika Polisi melacak lebih jauh lagi, yaitu penggunaan data seluler, ditemukan bahwa jaringan yang digunakan nomor tersebut berada di Jakarta, di sekitar rumah Dr. Wahyu sendiri.
Artinya pelaku bisa saja tetangga, atau orang dekat Dr. Wahyu.
Inspektur Bambang meminta Dr. Wahyu untuk lebih berhati-hati ketika di lingkungan rumah. Dan segera melapor, jika melihat gerak-gerik orang mencurigakan.
Tiga hari berikutnya, Inspektur Bambang bersama dua Polisi lain, menemui Dr. Wahyu di rumahnya.
"Dr. Wahyu, saya harus memberitahu Dokter jika kami telah menemukan bukti yang cukup tentang kebenaran laporan ancaman yang Bapak laporkan," kata Inspektur Bambang.
"Bagus kalau begitu, Inspektur?" kata Dr. Wahyu menimpali.
Inspektur Bambang melanjutkan, "Kami telah melakukan analisis triangulasi sinyal dari nomor telepon yang digunakan pelaku untuk menghubungi Dokter. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi tengah dari sinyal tersebut tepat berada di rumah ini. Sedangkan yang kami tahu Bapak sendirian "
Dr. Wahyu terlihat khawatir. "Tapi, Inspektur, saya benar-benar menerima ancaman tersebut, dan saya takut dengan keselamatan saya."
Inspektur Bambang menggelengkan kepala. "Dr. Wahyu. Kami telah menemukan pola yang biasa dalam ancaman Bapak. Semuanya sama. Saya khawatir bahwa Bapak sendiri yang telah membuat ancaman-ancaman tersebut untuk tujuan tertentu."
Dr. Wahyu terlihat semakin panik. "Tidak, Inspektur! Saya tidak mungkin melakukan hal seperti itu!"
"Baiklah, kalau begitu, saya harus melakukan penggeledahan di rumah ini untuk menemukan alat yang digunakan untuk membuat ancaman-ancaman tersebut."kata Dr. Wahyu sambil memberikan isyarat kepada kedua rekannya, "Saya memiliki surat izin penggeledahan dan saya akan melakukannya sekarang juga."
Dr. Wahyu mengerti jika Inspektur Bambang telah menjadikaannya tersangka. Dia putus asa dan tidak berani melawan.
"Dr. Wahyu, kami akan melakukan penggeledahan ini dengan profesional dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Saya sarankan jika Bapak memiliki sesuatu yang disembunyikan, sebaiknya Anda mengakui sekarang juga," kata Inspektur Bambang dengan tegas.
Dr. Wahyu terlihat bimbang beberapa saat, tetapi kemudian dia sadar bahwa aksinya telah terbongkar. Dia menghela napas dalam-dalam dan mengaku. "Baiklah, Inspektur. Saya tidak bisa menyangkal lagi. Saya memang yang melakukan ancaman tersebut," kata Dr. Wahyu dengan suara yang lembut.
Dr. Wahyu mengangkat tangan dan menunjuk ke arah meja di sudut ruangan. "Di sana ada smartphone yang saya gunakan untuk mengancam diri saya sendiri."
Inspektur Bambang berjalan ke meja dan mengambil smartphone tersebut. Dia memeriksa aplikasi yang terinstal di dalamnya dan menemukan aplikasi yang digunakan untuk membuat panggilan ancaman.
"Dari mana Anda mendapat aplikasi ini?" tanya Inspektur Bambang.
Dr. Wahyu menjawab, "Saya hanya membayar 100 ribu rupiah dan meminta seorang pengembang membuatkan aplikasi itu dari platform jasa online."
"100 ribu.. memang benar murah" komentar Inspektur Bambang. "Lalu, tujuan Anda?"
Dr. Wahyu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya sudah tidak betah bekerja di PUSKESMAS kecil itu, Inspektur. Saya ingin dipindahkan ke kota. Bersikap baik dan ramah saja tidak cukup. Jadi, saya membuat ancaman tersebut agar supaya saya memiliki alasan kuat dipindahkan ke kota."
Inspektur Bambang terlihat biasa saja dan semakin bersikap dingin.
Dr. Wahyu mengangkat bahu. "Saya tahu itu tidak benar. Tetapi saya merasa tidak ada pilihan lain. Saya berharap Inspektur dapat memahami situasi dan membantu saya untuk menemukan solusi yang lebih baik." kata Dr. Wahyu.
Inspektur Bambang menangkap dan membawa Dr. Wahyu ke kantor Polisi, bersama smartphonenya sebagai barang bukti.
Beberapa hari kemudian, Dr. Wahyu dihadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun, atas tuduhan pembuatan laporan palsu.
Selain itu, Dr. Wahyu juga kehilangan izin praktik sebagai dokter karena tindakannya yang melanggar etika profesi. Dia tidak dapat kembali berpraktik sebagai dokter di masa depan.
Comments
Post a Comment