Dibalik Kesombongan Romli
Agus sedang mengikuti acara workshop perusahaan yang diadakan di sebuah hotel, bersama dengan rekan-rekan kerja lainnya. Mereka semua berbicara dan tertawa, menganggap acara tersebut hanya hura-hura.
Lalu, tiba-tiba Romli datang dan hanya melihat dengan tatapan yang merendahkan ke arah mereka. Tatapan Romli seolah berkata, "Dasar penjilat dan benalu!", dan Romli pun berlalu.
Hari-hari berikutnya di kantor, hal seperti itulah yang dilakukan Romli. Bahkan ke atasannya sendiri. Dia menganggap remeh semua orang.
Romli lebih suka sendiri, makan sendiri, diajak rapat pun tidak mau.
Lama-kelamaan, rekan-rekannya memperlakukannya seperti itu.
Tidak dengan Agus, dia masih berusaha simpati dengan Romli.
Saat Agus berusaha bertanya, mengapa Romli tidak mau kumpul lagi dengan rekan-rekan lain, Romli malah menghindar atau menjauh.
Romli hanya berkata, "Bukankah itu keinginan kalian?".
Agus awalnya tidak mengerti. Namun setelah beberapa lama, Agus mengerti maksud perkataan Romli saat itu. Tidak Agus sangka, jika memang sifat Agus sendirilah yang membuat temannya seperti itu.
Ketika ada acara kondangan, makan-makan atau pun berangkat melayat keluarga rekan kerja untuk berbela-sungkawa, Romli selalu dilupakan, meski Agus mengucap untuk mengajaknya berangkat bersama.
Apalagi kata-kata Romli, "Sekali dua kali lupa, lumrah, tapi kalau berkali-kali, apa namanya itu bukan menyepelekan?", membuat Agus teringat akan nasehat yang sering diucapkannya sendiri, agar tidak mudah menyepelekan orang lain.
Akhirnya, Agus membiarkan sikap Romli seperti itu. Begitu juga teman-temannya yang lain.
Romli pun tetap kekeh menganggap Agus dan rekan-rekan kerja yang lain, hanya penjilat dan benalu.
Dan setahun kemudian, perusahaan Agus bangkrut. Hal ini tidak lain akibat Romli yang mengundurkan diri dan membuat perusahaannya sendiri.
Agus dan rekan-rekannya baru menyadari, jika posisi Romli sebagai teknisi perangkat lunak di perusahaannya, sangatlah penting.
Comments
Post a Comment