Penumpang Pesawat

Komidi Putar

Setelah lepas landas, Pak Budi, pria berkumis tebal dengan kemeja batik cerah, ketika itu baru pertama kalinya dia naik pesawat. 

Sebelumnya, Pak Budi membayangkan, jika kursi pesawat dapat diputar 360 derajat, untuk digunakan duduk santai, menikmati pemandangan awan putih yang bergulung-gulung. "Pasti seru sekali," gumamnya dalam hati.

Namun, saat itu Pak Budi mencoba memutar kursinya, ternyata biasa saja, sama seperti kursi mobil pada umumnya.

Ketika pramugari lewat, Mbak Ani, Pak Budi pun memanggil, "Mbak, permisi. Ini kursi saya kok macet ya? Kok nggak bisa diputar?"

Mbak Ani, dengan senyum ramah, menjelaskan, "Maaf, Pak, kursi pesawat memang dirancang untuk kenyamanan penumpang saat penerbangan, bukan untuk berputar-putar seperti di komidi putar."

"Oh," jawab Pak Budi.

Tower

Tak jauh dari Pak Budi, duduk seorang pemuda bernama Rio. Wajahnya terus menempel pada layar ponselnya.

Rio terlihat selalu mengutak-atik pengaturan jaringan, memonitor sinyal Wi-Fi pesawat. "Aduh, gimana ini? Sinyalnya hilang-hilangan," keluhnya.

Pak Rahman, penumpang disamping Rio, penasaran lalu bertanya, "Kenapa Mas? Gelisah begitu? Takut ketinggalan informasi ya?"

Rio mengangguk cepat. "Iya, Pak. Saya ini content creator. Kalau nggak ada sinyal, saya nggak bisa update pengikut-pengikut saya."

Pak Budi tertawa kecil. "Ya di-awan-kan memang tidak ada towernya Mas."

Parasut

Tiba-tiba, pesawat berguncang hebat. Lampu kabin berkedip-kedip. Para penumpang panik, memakai sabuk pengaman dan berpegangan erat pada sandaran kursi.

Seorang ibu muda, Bu Sinta, berteriak, "Ya Tuhan, apa yang terjadi? Apakah kita akan jatuh?"

Pilot, Kapten Anton, menyalakan pengeras suara, mencoba menenangkan para penumpang. "Tenang, Bapak Ibu. Ini hanya turbulensi biasa. Kami sedang mencari jalur yang lebih stabil."

Beberapa menit kemudian, pesawat kembali tenang seperti semula. Namun, seorang pria berjas, Pak Herman, tetap panik.

Mbak Ani, pramugari pesawat, datang dan berusaha menenangkan Pak Herman. Dia tersenyum ramah, lalu berjongkok di samping kursi Pak Herman agar bisa berbicara lebih dekat tanpa membuatnya semakin panik.

"Bapak, saya mengerti ini pasti menegangkan. Tapi saya pastikan bahwa pilot dan seluruh kru sudah terlatih menghadapi situasi seperti ini," katanya dengan suara lembut dan tenang.

Pak Herman masih menggenggam erat sandaran kursinya, lalu bertanya "Apakah kita punya parasut?"

Mbak Ani menjawab, "Tentu saja Bapak, kami punya parasut. Tapi itu hanya untuk pilot."

Ruang Merokok

Pak Bambang, seorang pria paruh baya dengan rambut beruban, menyalakan sebatang rokok di kamar kecil.

Otomatis, sensor asap di kamar kecil itu, memberikan peringatan ke pramugari dan pilot. Mbak Ani pun menghampiri dan menegur dengan mengetuk pintu pelan sambil berkata, "Mohon maaf Bapak, dilarang merokok ya."

Pak Bambang yang ketahuan, langsung mematikan rokok, merapikan diri dan keluar.

"Maaf Bapak, ini demi keselamatan kita semua ya," sambut Mbak Ani di luar kamar kecil.

"Saya ini perokok berat. Saya bisa stres kalau tidak merokok Mbak!" jawab Pak Bambang.

"Bapak boleh saja merokok," kata Mbak Rina. "Tapi di luar pesawat ya Pak. Kami selalu siap sedia untuk membukakan pintunya."

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah ketidak-sengajaan penulis untuk jalannya cerita. Dan Blog ini adalah bagian dari Usaha di bawah nama branding Edugameapp yang menyediakan layanan berupa cerita pendek bergenre umum, humor dan horor yang diperuntukkan untuk pengguna internet dewasa.

Popular posts from this blog

Cerita Hantu Berantai episode I: Kampung

Cerita Hantu Berantai episode III: Kontrakan

Dibalik Naiknya Belanja Sri

Kisah Horor: Panggilan Ayah

Antara Karma dan Nasib

Sahur Sendiri bersama Kunti

Cerita Hantu Berantai episode II: Kantor

Dibangkitkan sebagai Pezina