Tes Penjilat
Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Wahyu.
Wahyu baru saja lulus kuliah dan sangat bersemangat untuk mencari pekerjaan. Dia pun membuat surat lamaran kerja dan mengirimkannya ke beberapa perusahaan besar di kota.
Dan ternyata sebuah panggilan tes kerja untuk pertama kalinya diterima Wahyu.
Wahyu tidak percaya bahwa salah satu perusahaan bonafide yang dia lamar telah memilihnya untuk mengikuti proses seleksi.
Perasaan Wahyu campur aduk, antara percaya diri dan takut gagal. Maklum ini tes kerja pertamanya.
Wahyu sempat membayangkan dirinya berhasil lolos tes, menjadi karyawan, dan membayangkan bagaimana rasanya bekerja di sebuah kantor yang modern, rekan kerja yang profesional, dan gaji yang stabil.
Namun, di sisi lain, Wahyu juga merasa cemas, dia tidak tahu apa saja yang akan ditanyakan dalam tes kerja. Apakah dia sudah cukup siap, dan apakah dia akan bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik. Rasa takut gagal mulai menghantui pikirannya, membuatnya merasa gelisah tidak bisa tidur.
Oleh karena itu, Wahyu bertanya kepada kakaknya, yang telah bekerja selama beberapa tahun di luar kota, tentang tips dan trik untuk lolos tes seleksi kerja.
Kakak Wahyu hanya tersenyum dan berkata, "Kamu harus seolah-olah menjadi penjilat" saran Kakaknya kepada Wahyu setiap kali mengerjakan tes tulis, praktek atau pun wawancara.
Wahyu masih sedikit bingung, lalu dia bertanya kepada orang tuanya tentang hal yang sama.
Orang tua Wahyu juga memberikan saran yang sama, "Anakku, kerjakan tes seolah-olah kamu adalah penjilat" kata Ayahnya. "Kamu pasti akan diterima."
Wahyu merasa semakin bingung. Dia masih tidak mengerti apa yang dimaksud dengan "menjadi penjilat" dalam konteks tes seleksi kerja. Apakah itu berarti dia harus memuji-muji perusahaan secara berlebihan? Ataukah dia harus menjawab pertanyaan dengan cara yang tidak jujur? Wahyu khawatir bahwa jika dia terlalu banyak memuji perusahaan, dia tidak terlihat profesional.
Bahkan sampai-sampai, Wahyu pergi ke seorang dukun kenalan temannya. Sang Dukun juga memberikan nasehat yang sama, "Dadi o wong seng seneng Njilath!"
Akhirnya, Wahyu pun mencoba melihat-lihat informasi di internet. Mendengar beberapa talk show, dan dia menemukan salah satu contoh jawaban bagaimana menjadi penjilat ketika tes tulis seleksi kerja, yaitu tidak hanya memuji, tetapi juga menambahkan ide yang berguna untuk pengembangan perusahaan.
Misalnya jawaban, "Saya sangat mengagumi PT. XYZ Indonesia karena telah berhasil menggunakan strategi marketing yang efektif untuk meningkatkan penjualan produknya. Dengan memiliki tim marketing yang profesional dan berpengalaman, perusahaan ini telah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang produknya dan membangun kepercayaan pelanggan. Saya berharap dapat menggunakan kemampuan saya untuk membantu perusahaan ini meningkatkan penjualan produknya. Saya percaya bahwa dengan bekerja sama dengan tim marketing yang ada, kita dapat menciptakan strategi marketing yang efektif dan inovatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang produk kami dan membangun kepercayaan dengan pelanggan."
Melihat contoh tersebut, Wahyu mengerti tentang "menjadi penjilat" yang dimaksud.
Dan, hari tes seleksi kerja pun tiba, Wahyu berangkat ke lokasi dengan penuh semangat dan percaya diri. Dia memakai pakaian yang rapi dan membawa semua dokumen yang diperlukan.
Saat tiba di lokasi tes, Wahyu melihat banyak orang lain yang juga akan mengikuti tes seleksi kerja. Banyak dari wajah-wajah mereka terlihat lebih pengalaman dibanding dirinya. Mereka semua terlihat sangat serius dan fokus.
Wahyu tidak ingin kalah, dia mempersiapkan diri untuk memberikan jawaban yang terbaik.
Tentu dengan strategi "penjilat" yang sudah dipersiapkannya.
Tes pun dimulai.
Wahyu mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya menantang.
Pertama-tama, dia harus menjawab soal-soal tentang pengetahuan umum dan logika, seperti menghitung persentase, menganalisis data, dan memecahkan masalah. Wahyu memfokuskan diri pada setiap pertanyaan dan menggunakan waktu dengan efektif untuk menjawabnya.
Kemudian, Wahyu mendapatkan bagian tes yang terkait dengan pengetahuan tentang perusahaan, tempat yang ingin dia bekerja di dalamnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa visi dan misi perusahaan?", "Bagaimana strategi pemasaran perusahaan?", dan "Apa kelebihan dan kekurangan produk perusahaan?" membuat Wahyu harus menggunakan pengetahuannya tentang perusahaan yang telah dia pelajari sebelumnya.
Setelah itu, Wahyu mendapatkan bagian tes yang terkait dengan kemampuan komunikasi dan kerja sama tim. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Bagaimana Anda akan menghadapi konflik dalam tim?", "Apa strategi Anda untuk memotivasi rekan kerja?", dan "Bagaimana Anda akan menyampaikan ide kepada atasan?" membuat Wahyu harus menggunakan kemampuan komunikasinya, yang diramu dengan strategi "penjilat"-nya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Terakhir, Wahyu mendapatkan bagian tes yang terkait dengan kemampuan analitis dan pemecahan masalah. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Bagaimana Anda akan menganalisis data penjualan?", "Apa strategi Anda untuk meningkatkan efisiensi produksi?", dan "Bagaimana Anda akan memecahkan masalah yang kompleks?" membuat Wahyu harus menggunakan kemampuan analitisnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Akhirnya, setelah semua pertanyaan telah dijawab, Wahyu merasa lega dan puas dengan jawaban-jawabannya itu. Dia yakin bahwa dia telah memberikan yang terbaik dan menunjukkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Selanjutnya, Wahyu hanya perlu menunggu hasil tes dan melihat apakah dia akan menjadi bagian dari tim perusahaan.
Beberapa hari kemudian, Wahyu menerima surat penerimaan dari perusahaan itu, yang menyatakan bahwa dia diterima sebagai calon karyawan dengan ranking nomor satu.
Wahyu sangat gembira dan tidak percaya, bahwa strategi "penjilat"-nya, membuatnya diterima sebagai kandidat utama.
"Mungkin ini alasan kenapa, dibanyak perusahaan besar, diisi oleh orang-orang yang penjilat" gumam Wahyu.
Comments
Post a Comment