Sebuah Cerita Isolasi Desa

Sebuah desa, sedang melakukan isolasi diri, disebabkan adanya wabah COVID-19. Pak Lurah meminta semua warga untuk tidak keluar rumah, jika memang tidak penting. 

Oleh karena itu sekolah diliburkan, kerja dilakukan dari rumah, belanja dengan layanan pesan-antar, warung-warung tutup, pengajian tidak diperbolehkan dan sampai-sampai para petani dilarang pergi ke sawah.

Kemudian agar warga tidak kebingungan untuk memenuhi kebutuhan hidup, Pak Lurah mengeluarkan kebijakan untuk membantu mencukupi kebutuhan warga dengan kas desa. Yang tidak lain adalah uang dari pajak tanah penduduk desa itu sendiri.

Keputusan itu diambil berdasarkan rapat tertutup. Yang mana dokter meminta isolasi selama 14 hari, sesuai masa munculnya symtoms (gejala), untuk mengetahui ada atau tidaknya warga yang terinfeksi.

Jika ada yang terinfeksi, maka karantina tingkat lanjut yang dilakukan dokter dan pihak rumah sakit, hanya akan dilakukan pada satu keluarga itu saja. Tidak perlu satu desa, yang terlalu membutuhkan banyak biaya dan ruang.

Sehingga selama masa isolasi tersebut, tiap kepala keluarga mendapat bantuan beras dan uang tunai. Ada juga warga yang ditanggung dulu cicilan kredit motor dan rumahnya. Dan ada kebutuhan bahan pokok yang dibeli dengan harga tinggi dari desa lain, disubsidi agar warga tetap membeli dengan harga yang normal.

Semuanya berjalan dengan baik, sesuai perhitungan Pak Lurah, dan terbukti selama masa isolasi itu tidak ada warga yang terinfeksi.

Masa isolasi pun berakhir.

Namun jumlah pasien yang terkena wabah di desa lain, justru jumlahnya semakin bertambah. Hal ini dikarenakan, selama masa isolasi, penduduk desa lain itu masih jalan-jalan dan nongkrong diwarung kopi.

Konsekuensinya, melihat kas desa masih mencukupi, Pak Lurah mengambil kebijakan untuk menambah 14 hari masa isolasi lagi, dan semakin memperketat desa dengan melakukan penyemprotan desinfektan, penggunaan hand sanitizer, masker, dan doa untuk mencegah masuknya wabah ke desa.

Sampai satu bulan kemudian. Ternyata belum ada perintah resmi dari pemerintah yang menyatakan negara telah bebas dari COVID-19. Pak Lurah pun mulai resah, sebab uang kas desa telah menipis. Padahal rencananya, sebagian dari uang kas desa itu, Pak Lurah ingin gunakan untuk memindahkan kantor desa ke ujung desa yang lain, agar pembangunan desa lebih merata.

Dalam kebimbangannya itu, Pak Lurah mencoba meminta bantuan ke kantor kas negara melalui telepon. Namun usahanya kandas karena kas negara juga telah digunakan untuk keperluan yang sama, seperti yang dilakukan oleh Pak Lurah.

Sampai akhirnya, Pak Lurah mengumpulkan semua Pak RT dan RW. Dia mengatakan kondisi yang sebenarnya tentang keuangan desa. Salah satu Pak RT terkejut, sebab di rukun tetangga yang dipimpinnya, mereka terlanjur merasa keenakan dengan fasilitas yang diberikan Pak Lurah.

Kemudian hasil rapat itu menyatakan, bahwa untuk selanjutnya warga dianjurkan untuk kembali bekerja, dan tidak bergantung pada bantuan desa lagi. Para petani boleh ke sawah, warung bisa dibuka, pedagang kaki lima dapat kembali berkeliling, tetapi selalu tetap berhati-hati dengan melakukan tindakan pencegahan COVID-19. Dan yang terpenting, mereka sepakat, Pak Lurah diminta untuk tidak menutup-nutupi lagi hal apapun terkait desa. Terutama masalah keuangan desa.

Comments

Cerita dalam blog ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kesengajaan penulis untuk mempercantik jalannya cerita

Popular posts from this blog

Dibangkitkan sebagai Pezina

Hantu Mudik Sekeluarga

Nyikut untuk Menjadi Profesor

Sebuah Solusi Kekerasan Rumah Tangga

Hadiah Istri 70 Bidadari

Delapan Cerita Inspirasi tentang Doa

Antara Karma dan Nasib

Si John Thor

Jangan Kredit Motor Atas Nama Teman

Hantu Jembatan Universitas