Bukan Warung Bak Mi
Seorang mahasiswa semester akhir bernama Dodo, kelaparan setelah sidang proposal yang melelahkan. Dia mengendarai motornya mencari penawar rasa lapar, yaitu 'Bakmie'.
Matanya menangkap papan nama sederhana di pinggir jalan.
"Aha! Warung Bakmi!" batin Dodo penuh semangat. Dia memarkir motornya, melepas helm, dan duduk di bangku plastik yang agak reyot.
Seorang ibu ramah dengan celemek batik mendekat.
Dodo: "Permisi, Mak! Pesen Bakmi spesial satu, ya. Pake banyak pangsit!"
Mak Mi, nama Ibu itu mengerutkan dahi, namun senyumnya tak hilang.
Mak Mi: "Bakmi Mas? Saya adanya 'Nasi Pecel' sama 'Nasi Campur' saja. Sama kalau mau, ada 'Es Dawet'."
Dodo terdiam. Matanya menatap papan nama lagi.
Spesialis Masakan Nusantara
Dodo mengedip. Lalu membaca lagi.
Dodo: "Mak, tapi... ini 'kan Warung B-A-K-M-I, 'kan?"
Mak Mi tersenyum. Beberapa pelanggan lain yang mendengar ikut tersenyum.
Mak Mi: "Ya Allah, Mas! Itu tulisannya 'M-A-K M-I'. Bukan B-A-K-M-I. 'Mak Mi' itu panggilan saya, singkatan dari 'Mamah Mirna'!"
Wajah Dodo langsung memerah. Dia baru sadar, dia terlalu cepat mengambil kesimpulan karena lapar.
Dodo: (Tersipu malu) "Aduh... Maafkan saya, Mak. Lapar berat ini. Saya kira Warung Bakmi..."
Mak Mi: "Tidak apa-apa, Mas. Sering kok kejadian seperti ini. Jadi, Bakmi-nya ganti 'Nasi Pecel' saja, ya? Dijamin lebih nendang daripada Bakmi mana pun!"
Dodo mengangguk pasrah sambil terkekeh.
Tak lama, setelah menyantap 'Nasi Pecel Mak Mi'. Ternyata, 'Nasi Pecel Mak Mi' memang luar biasa, meskipun dalam kenyataannya Dodo tidak mendapatkan Bakmi.

Comments
Post a Comment